• RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
Posted by REIGA (IPA 3) - - 0 komentar





Djoko Santoso
Jenderal yang Perfeksionis


Djoko Santoso seorang jenderal yang kalem, low profile, bersahaja tapi tegas dan cenderung perfeksionis. Setelah dua tahun menjabat Kasad, perwira intelijen yang kebapakan dan luwes, ini dilantik Presiden SBY sebagai Panglima TNI menggantikan Marsekal Djoko Suyanto, Jumat (28/12/2007) siang di Istana Negara, Jakarta.



Setelah hampir tiga tahun menjabat Panglima TNI, Djoko Santoso digantikan Laksamana TNI Agus Suhartono, Selasa 28 September 2010.



***

Selain melantik Djoko Santoso menjadi Panglima TNI, Presiden SBY juga melantik Letnan Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), menggantikan Jenderal TNI Djoko Santoso dan Marsekal Madya TNI-AU Soebandrio sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) menggantikan Marsekal Herman Prajitno yang sudah memasuki masa pensiun.



Serah terima jabatan Panglima TNI dari Marsekal Djoko Suyanto kepada Jenderal TNI AD Djoko Santoso dilakukan dalam upacara militer pada Selasa 8 Januari 2008 pukul 09.00 Wib di halaman Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Upacara itu berlangsung sederahana tapi hikmat dihadiri sejumlah undangan.

Jenderal TNI Djoko Santoso, lahir di Solo, Jawa Tengah, 8 September 1952. Lulusan Akabri (1975) ini berpengalaman di lingkungan intelijen negara yang memang secara karakter tidak boleh high profile. Alumni Seskoad (1990) ini lebih banyak bertugas di lingkungan direktorat dan intelijen strategis pertahanan luar negeri. Sehingga eksposenya sangat minim.

Sejak menjabat Kasdam IV/Diponegoro (2000), karirnya mekin cemerlang. Dia kemudian dipercaya menjabat Waassospol Kaster TNI (1998). Kemudian, menjabat Pangdivif 2 Kostrad (2001). Lalu menjabat Pangdam XVI/Pattimura dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) 2002-2003 dan Panglima Kodam (Pangdam) Jaya Mei 2003-Oktober 2003.



Karakter penugasan sarjana (S1) FISIP (1994) dan S2 Manajemen (2000) ini kembali menuntut sikap low profile saat dipercaya menjabat Wakil Kepala Staf TNI AD 2003-2005. Kemudian pada tanggal 18 Februari 2005, Ia dilantik menjadi KSAD, menggantikan Ryamizard Ryacudu. Kala itu, Tokoh Indonesia telah memperkirakan dia akan menjabat Panglima TNI berikutnya.

Sebelum dilantik, KSAD Jenderal Djoko Santoso diusulkan menjabat Panglima Tentara Nasional Indonesia menggantikan Marsekal Djoko Suyanto. Usulan itu tertuang dalam Surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Nomor 65 yang diajukan ke pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Surat diterima Ketua DPR Agung Laksono, Senin (26/11/07) sore.

Surat presiden itu dibacakan di rapat paripurna DPR. Selanjutnya, Badan Musyawarah DPR menugaskan Komisi I yang membidangi masalah pertahanan untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan. Kemudian dalam sidang paripurna DPR menyetujui calon yang diajukan Presiden untuk dilantik sebagai Panglima TNI.





Djoko Santoso
Jenderal yang Perfeksionis



Jakarta 18/02/2007: Dia jenderal yang kalem, low profile, bersahaja tapi tegas dan cenderung perfeksionis. Perwira intelijen yang kebapakan ini juga luwes dalam pergaulan sehari-hari. Dia diangkat menjadi KASAD menggantikan Jenderal Ryamizard Ryacudu, ini, bahkan mungkin akan menjabat Panglima TNI berikutnya.


Dia dikenal dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bagi kalangan hak asasi manusia, Djoko Santoso juga praktis tidak tercela. Dia tidak terkait dengan masalah-masalah pelanggaran HAM besar seperti tragedi Mei, Semanggi dan Timtim. Juga tidak ada kaitan dengan masalah bisnis, perusahaan dan yayasan.

Pria kelahiran Solo, 8 September 1952, ini memang dibesarkan di intelijen negara yang memang secara karakter tidak boleh high profile. Apalagi di bidang tugas intelijen, dia juga kebanyakan di direktorat dan intelijen strategis pertahanan luar negeri. Sehingga eksposenya sangat minim.

Sebelum menjabat Kasdam IV/Diponegoro (2000), suami dari Angky Retno Yudianti, ini menjabat Waassospol Kaster TNI (1998). Kemudian lulusan Akabri (1975) ini menjabat Pangdivif 2 Kostrad (2001). Nama alumni Seskoad (1990) ini mulai menonjol setelah menjabat Pangdam XVI/Pattimura & Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) 2002-2003 dan Panglima Kodam (Pangdam) Jaya Mei 2003-Oktober 2003.

Karakter penugasan sarjana (S1) FISIP (1994) dan S2 Manajemen (2000) ini kembali menuntut sikap low profile saat dipercaya menjabat Wakil Kepala Staf TNI AD 2003-2005. Tugas Wakasad yang secara organisasi memang harus di belakang layar dan menyediakan semua kebutuhan-kebutuhan operasional dari KASAD.

Jadi Wakasad

Ayah dua orang anak (Andika Pandu dan Ardya Pratiwi Setyawati) ini dilantik menjadi Wakil Kepala Staf TNI AD (Wakasad) menggantikan Letjen TNI Darsono, MSc yang memasuki masa pensiun pada 31 Oktober 2003. Jabatan Pangdam Jaya yang ditinggalkannya diisi oleh Mayjen TNI Agustadi SP, yang sebelumnya menjabat Pangdam XVI/Pattimura.

Promosi ini tertuang dalam Surat Keputusan (Skep) Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto tanggal 24 Oktober 2003. Dalam Skep Panglima TNI itu sekaligus terjadi perubahan jabatan atas 120 Perwira Tinggi (Pati) dan Perwira Menengah (Pamen) di lingkungan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Departemen Pertahanan, Fraksi TNI/Polri DPR RI, Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas), Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes TNI AL dan Mabes TNI AU.

Di antaranya Jenderal TNI Tyasno Sudarto pensiun dari pos terakhirnya sebagai Pati di Mabes TNI, Komandan Sekolah Komando TNI Letjen TNI Djadja Suparman, SIP dimutasi jadi Inspektur Jenderal TNI (Irjen TNI). Mayjen TNI Mahidin Simbolon menjadi Inspektur Jenderal TNI AD (Irjenad).

Pangdam II/Sriwijaya Mayjen TNI Sunarso menjadi Pangdam IV/Diponegoro. Brigjen TNI Syahrial BPP (Kasdam II/Sriwijaya) dipromosikan menjadi Pangdam II/Sriwijaya. Pos yang ditinggalkan Syahrial diisi oleh Brigjen TNI Bambang Suranto, Kepala Staf Divisi I Kostrad.

Panglima Kodam
Dalam suatu upacara militer di Makodam Jaya, Jakarta, Rabu (5/3/03) pagi, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Ryamizard Ryacudu melantik Mayjen Djoko Santoso sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Jaya menggantikan Mayjen A Yahya.

Pelantikan Pangdam Jaya itu dihadiri para mantan Pangdam Jaya, seperti Try Sutrisno, Surjadi Soedirdja, Wiranto, Sutiyoso, dan Letjen Djadja Suparman. Juga dihadiri mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto di samping para perwira teras TNI AD lainnya.

Sebelumnya dia menjabat Pangdam XVI/Pattimura, sekaligus Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) Maluku menggantikan pejabat lama Brigjen Moestopo. Pangangkatannya jadi Pangdam XVI/Pattimura tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI No 388/V/2002 tertanggal 27 Mei 2002.

Komando Pengendalian Koopslihkam di Maluku itu langsung di bawah Penguasa Darurat Sipil (PDS) Maluku ketika itu. Dia bertanggung jawab kepada PDS Maluku. Tugas utama Kodam Pattimura ketika itu adalah untuk membantu menyelesaikan konflik. Pembentukan Koopslihkam yang dipimpin Pangdam XVI/Pattimura itu membawahi Satgas Keamanan dan Satgas Penegakan Hukum yang terdiri dari TNI dan Polri.

Sebagai Pangdam XVI/Pattimura dan Pangkoopslihkam, dia dinilai menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, sehingga dia mendapat promosi menjadi Pangdam Jaya. Dia digantikan Mayjen TNI Agustadi SP, yang kemudian menggantikannya pula menjabat Pangdam Jaya.

Djoko Santoso adalah lulusan Akabri 1975, teman seangkatan Pangdam VII/ Wirabuana Mayjen Amirul Isnaeni (akan dimutasi menjadi Pangdam IV/Diponegoro) dan Brigjen Hartono Suratman (Wakapuspen TNI). Saat ini, Mayjen Djoko Santoso masih menjabat Pangdam XVI/Pattimura, dan penggantinya adalah Mayjen Agustadi.

Sedangkan Mayjen A Yahya akan ditarik ke Mabes TNI AD sebagai Irjen TNI AD. Jabatan strategis lainnya yang pernah dijabat Jenderal lulusan Akabri 1972 itu adalah Kasdam Jaya, Kordinator Staf Ahli KSAD saat KSAD dijabat Tyasno Sudarto dan kemudian menjadi Pangdam VII/Wirabuana. Mayjen A Yahya dinilai berbagai kalangan berhasil dalam menangani kerusuhan Poso.





**

Satu-satunya tokoh Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Darat (TNI-AD) yang menjadi Wakil Kepala Staf TNI-AD (WAKASAD) dan Kepala Staf TNI-AD (KASAD) pada urutan yang sama adalah Jenderal TNI Djoko Santoso. Perwira yang dibesarkan di intelijen negara ini menjabat sebagai WAKASAD pada urutan ke-24 menggantikan pendahulunya, Letjen TNI Darsono, MSc yang memasuki masa pensiun pada 31 Oktober 2003. Selanjutnya, ayah dari dua anak ini (Andika Pandu dan Ardya Pratiwi Setyawati) diangkat menjadi KASAD menggantikan Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, juga di urutan KASAD ke-24, pada 18 Februari 2005.

Suami dari Angky Retno Yudianti ini terlahir dengan nama Djoko Santoso dari keluarga guru di Solo (Jawa Tengah), 8 September 1952 . Lahir sebagai anak pertama dari 9 orang bersaudara memaksa Djoko harus melewati masa kecil dengan hidup penuh keprihatinan. Ditambah lagi dengan kondisi keuangan orang tuanya yang hanya mengandalkan gaji almarhum ayah sebagai seorang guru Sekolah Menengah Atas (SMA). Dapat dibayangkan, betapa keseharian Djoko kecil bukanlah sebuah masa kanak-kanak yang menggembirakan, tapi penuh kesulitan. Namun, kondisi itu justru telah memberikan pelajaran hidup terbaik bagi Sang Jenderal untuk menempa dirinya sebagai pejuang. Kerja keras dan belajar sungguh-sungguh adalah bahagian dari cerita perjuangan hidupnya dari kecil hingga saat ini. Tidak ada suatu masa pun yang dilewati dengan hanya bersantai-santai, apalagi berhura-hura.

Sebahagian kalangan menilai bahwa Djoko Santoso adalah figur seorang Jenderal yang cenderung perfeksionis. Mungkin ini ada benarnya, terlihat dari penampilan dan kepemimpinannya yang sedikit hati-hati, kalem, low profile , bersahaja tapi tegas dan menginginkan segalanya berjalan sesempurna mungkin. Selain itu, Perwira Tinggi (Pati) kebapakan ini juga luwes dalam pergaulan sehari-hari. Setelah menempati berbagai pos kepemimpinan di tubuh TNI, dia kemudian dipercaya menjadi Kepala Staf TNI-AD (KASAD) yang diembannya sejak awal tahun 2005 hingga sekarang.

Di kalangan aktivis hak asasi manusia, Djoko Santoso praktis tidak tercela. Dia diyakini tidak terkait dengan masalah-masalah pelanggaran HAM yang hingga sekarang masih menjadi misteri di negeri ini. Djoko Santoso juga tidak mempunyai kaitan dengan masalah bisnis, perusahaan dan yayasan TNI yang sering menimbulkan persoalan nasional.

Kiprah alumni Akademi Militer (1975) ini sebelumnya memang tidak banyak terdengar. Maklum, hal itu disebabkan oleh penugasannya yang lebih banyak berhubungan dengan masalah intelijen yang memang dituntut untuk berkarakter pendiam dan jarang sekali diekspos. Namanya kemudian mulai berkibar setelah menjabat Panglima Kodam (Pangdam) XVI/Pattimura & Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) 2002-2003 yang berhasil gemilang meredam konflik di Maluku, diteruskan dengan jabatan berikutnya sebagai Pangdam Jaya Maret 2003 – Oktober 2003. Karakter low profile itu harus dilakoni kembali tatkala Djoko Santoso dipercaya menjabat Wakil Kepala Staf TNI-AD 2003-2005, karena tugas seorang WAKASAD adalah berada di belakang layar sebagai penyedia semua kebutuhan-kebutuhan operasional dari KASAD.

Saat ini, Jenderal penerima tanda penghargaan Pingat Jasa Gemilang dari Singapura itu telah menjalankan tugasnya di tampuk tertinggi kepemimpinan TNI-AD selama lebih dari 2,5 tahun. Mengemban tugas memimpin institusi TNI-AD di masa reformasi ini cukup sulit; menahkodai sebuah organisasi yang sedang mereformasi diri dan mengarahkan perannya kepada TNI yang profesional, pengemban tugas menjaga kedaulatan negara dan keutuhan bangsa Indonesia , lepas dari kehidupan dunia politik. Sampai pada titik ini, Djoko Santoso yang juga penyandang gelar kesarjanaan S-2 Manajemen ini dinilai berhasil, baik dalam karir militer maupun dalam kepemimpinannya sebagai KASAD. ►tsl

Leave a Reply